Keberadaan pria setengah wanita adalah fenomena yg
tidak terelakkan dalam kehidupan masyarakat kita saat ini, lepas dari
sifat pembawaan mereka, juga tumbuh dari lingkungan pergaulan yang
memang jauh dari nilai-nilai Islam. Oleh karena itu tuntunan agama
menjadi modal penting bagi kita untuk dapat menghadapi deras arus
penyesatan.
Ibnu ‘Abbas radhiallohu ‘anhu berkata: “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”. (HR Al-Bukhari no 5885).
Ath-Thabari rohimahulloh memaknai sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut dengan ucapan: “Tidak
boleh laki-laki menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang
khusus bagi wanita. Dan tidak boleh pula sebaliknya wanita menyerupai
laki-laki”. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rohimahulloh menambahkan: “Demikian pula meniru cara bicara dan berjalan”.
Pencelaan terhadap laki-laki atau wanita yang menyerupai lawan jenisnya
dalam berbicara dan berjalan, khusus bagi yang sengaja. Sementara bila
hal itu merupakan asal penciptaannya, maka ia diperintahkan untuk
memaksa dirinya agar meninggalkan hal tersebut secara berangsur-angsur.
Bila hal ini tidak ia lakukan bahkan ia terus tasyabbuh dengan lawan
jenis, maka ia masuk dalam celaan, terlebih lagi bila tampak pada
dirinya perkara yang menunjukkan ia ridha dengan keadaannya yang
demikian, yang menjadikan dirinya seperti wanita, mengikuti gerak-gerik
dan penampilan wanita, seperti berbicara dan berpakaian dengan pakaian
mereka.
“Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai
pakaian laki-laki” . (HR Abu Dawud no 3575)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan
laki-laki dan perempuan di mana masing-masingnya Dia berikan
keistimewaan, Laki-laki berbeda dengan wanita dalam penciptaan, watak,
kekuatan, agama dan selainnya, demikian pula Wanita berbeda dengan
laki-laki. Siapa yang berusaha menjadikan laki-laki seperti wanita atau
wanita seperti laki-laki, berarti ia telah menentang Alloh dalam qudrah
dan syariat-Nya, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memiliki
hikmah dalam apa yang diciptakan dan disyariatkan-Nya. Karena inilah
terdapat nash-nash yang berisi ancaman keras berupa laknat, yang berarti
diusir dan dijauhkan dari rahmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala, bagi laki-laki yang menyerupai wanita atau wanita yang menyerupai laki-laki. (Syarah Riyadhish Shalihin 4,288).
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahulloh memasukkan perbuatan ini sebagai salah satu perbuatan dosa besar dalam kitab beliau yang masyhur Al-Kabair hal 145.
Adapun hukuman yang diberikan kepada pelaku perbuatan ini adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Keluarkan mereka (usir) dari rumah-rumah kalian”. Ibnu Abbas berkata: “Maka
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengeluarkan Fulan (seorang
mukhannats) dan Umar mengeluarkan Fulanah (seorang mutarajjilah)”. (HR Al-Bukhari no 5886)
Bila penyerupaan tersebut belum sampai pada tingkatan
perbuatan keji yang besar seperti berbuat mesum, yaitu perbuatan
homoseks atau lesbian, maka mereka hanya mendapatkan laknat dan diusir
sebagaimana hadits yang sudah disebutkan. Namun bila sampai pada
tingkatan demikian, mereka tidak hanya pantas mendapatkan laknat tapi
juga hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Adapun Al-Imam An-Nawawi rahimahulloh menyatakan: “bahwa Mukhannats atau laki-laki yang menyerupai wanita ada dua macam.
[Pertama] Hal itu memang sifat asal
pembawaannya bukan ia bersengaja lagi memberat-beratkan dirinya untuk
bertabiat dengan tabiat wanita, bersengaja memakai pakaian wanita,
berbicara seperti wanita serta melakukan gerak-gerik wanita. Namun hal
itu merupakan pembawaannya yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala
memang menciptakannya seperti itu. Mukhannats yang seperti ini tidaklah
dicela dan dicerca bahkan tidak ada dosa serta hukuman baginya karena ia
diberi udzur disebabkan hal itu bukan kesengajaannya. Karena itulah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada awalnya tidak
mengingkari masuknya mukhannats menemui para wanita dan tidak pula
mengingkari sifatnya yang memang asal penciptaan pembawaannya demikian.
Yang beliau ingkari setelah itu hanyalah karena mukhannats ini ternyata
mengetahui sifat-sifat wanita (gambaran lekuk-lekuk tubuh wanita) dan
beliau tidak mengingkari sifat pembawaannya serta keberadaannya sebagai
mukhannats.
[Kedua] Mukhannats yang sifat
kewanita-wanitaannya bukan asal penciptaannya bahkan ia menjadikan
dirinya seperti wanita, mengikuti gerak-gerik dan penampilan wanita,
seperti berbicara dan berpakaian yang menyerupai mereka. Mukhannats
seperti inilah yang tercela di mana disebutkan laknat terhadap mereka di
dalam hadits-hadits yang shahih.
Adapun mukhannats jenis pertama, tidaklah masuk dalam
celaan dan laknat, apabila ia telah berusaha meninggalkan sifat
kewanita-wanitaannya dan tidak menyengaja untuk terus membiarkan sifat
itu ada pada dirinya.
Kemudian bagaimana hukum mukhannats memandang wanita
ajnabiyyah atau non mahrom. Dalam hal ini fuqaha terbagi menjhadi dua
pendapat,
[Pertama] mukhannats dihukumi sama
dengan laki-laki jantan yang berselera terhadap wanita. Demikian
pendapat madzhab Al-Hanafiyyah terhadap mukhannats yang bersengaja
tasyabbuh dengan wanita, padahal memungkinkan bagi dirinya untuk merubah
sifat kewanita-wanitaannya tersebut. Sebagian Al-Hanafiyyah juga
memasukkan mukhannats yang tasyabbuh dengan wanita karena asal
penciptaannya walaupun ia tidak berselera dengan wanita, demikian pula
pendapat Asy-Syafi’iyyah. Adapun madzhab Al-Hanabilah berpandangan bahwa
mukhannats yang memiliki syahwat terhadap wanita dan mengetahui perkara
wanita maka hukumnya sama dengan laki-laki jantan) bila memandang
wanita.
Dalil yang dipegangi oleh pendapat pertama ini adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:
“Katakanlah kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka….” (An-Nur: 30)
“Katakanlah kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka….” (An-Nur: 30)
Adapun dalil yang mereka pegangi dari As-Sunnah adalah hadits Ummu Salamah dan hadits Aisyah radhiallahu ‘anhuma
tentang mukhannats yang menggambarkan tubuh seorang wanita di hadapan
laki-laki sehingga Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
mukhannats ini masuk menemui istri-istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Kedua] mereka berpandangan bahwa
mukhannats yang tasyabbuh dengan wanita karena memang asal penciptaannya
demikian (tidak bersengaja tasyabbuh dengan wanita) dan ia tidak
berselera atau bersyahwat dengan wanita, bila ia memandang wanita
ajnabiyyah atau non Mahrom, maka hukumnya sama dengan hukum seorang
lelaki bila memandang mahram-mahramnya. Sebagian Al-Hanafiyyah
berpendapat boleh membiarkan mukhannats yang demikian bersama para
wanita. Namun si wanita hanya boleh menampakkan tubuhnya sebatas yang
dibolehkan baginya untuk menampakkannya di hadapan mahram-mahramnya dan
si mukhannats sendiri boleh memandang wanita sebatas yang diperkenankan
bagi seorang lelaki untuk memandang wanita yang merupakan mahramnya.
Demikian yang terkandung dari pendapat Al-Imam Malik rahimahullah dan
pendapat Al-Hanabilah. Dalil mereka adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “atau laki-laki yang mengikuti kalian yang tidak punya syahwat terhadap wanita”.
Di antara ulama salaf ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan:
“yang tidak punya syahwat terhadap wanita” adalah mukhannats yang tidak berdiri kemaluannya.
“yang tidak punya syahwat terhadap wanita” adalah mukhannats yang tidak berdiri kemaluannya.
Dari As-Sunnah, mereka berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu ‘anha yang juga menjadi dalil pendapat pertama. Dalam hadits Aisyah ini diketahui bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada awalnya membolehkan mukhannats masuk menemui istri-istri beliau
karena menyangka ia termasuk laki-laki yang tidak bersyahwat terhadap
wanita. Namun ketika beliau mendengar mukhannats ini tahu keadaan wanita
dan sifat mereka, beliau pun melarangnya masuk menemui istri-istri
beliau karena ternyata ia termasuk laki-laki yang berselera dengan
wanita. Inilah pendapat yang rajih, insya Alloh.
Adapun bila si mukhannats punya syahwat terhadap
wanita, maka hukumnya sama dengan laki-laki jantan yang memandang wanita
ajnabiyyah atau wanita yang bukan mahromnya, Wallohu’alam bis Showab, Semoga bermanfa’at…..
sumber : kultum
author : team_blog52
0 komentar:
Posting Komentar